Etika Bisnis dan Sanksi Hukum dalam Perjanjian
Dalam praktik bisnis, kerjasama adalah suatu hal yang lazim
terjadi. Ketika melakukan kerjasama bisnis, maka hal utama yang dibutuhkan
adalah melakukan perjanjian atau perikatan. Perjanjian atau perikatan dalam
kerjasama yang sudah disepakati ini tentunya harus dipatuhi berdasarkan
ketentuan yang tertera dalam perjanjian disertai adanya etika bisnis.
Etika Bisnis
Sayangnya, praktik bisnis yang biasa terjadi terkadang masih
cenderung mengabaikan etika dan rasa keadilan. Bahkan, praktik bisnis kerapkali
diwarnai hal -hal tidak terpuji atau moral hazard. Hal seperti ini tentu perlu
dihindari dan diantisipasi. Karenanya, perlu adanya pemahaman mendalam mengenai
implementasi dari etika bisnis yang selaras bagi para pelaku usaha, terutama
yang sesuai dengan prinsip ekonomi.
Etika dalam berbisnis adalah hal penting. Dalam konsep
“Etika Bisnis”, maka ada dua variabel yang perlu kita pahami. Pertama, Etika
yang merupakan seperangkat kesepakatan umum yang berguna untuk mengatur
hubungan antar orang per orang atau orang per orang dengan masyarakat, atau
masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Tingkah laku manusia dalam berhubungan perlu diatur
sedemikian rupa, sehingga tidak saling merugikan bagi siapa pun, dalam hidup
bermasyarakat. Etika ini lalu dituangkan dalam bentuk tertulis, sehingga
lahirlah kebijakan yang berupa peraturan, hukum, undang -undang dan lainnya.
Selain etika yang tertulis, ada juga etika tidak tertulis
yang hanya berupa kesepakatan umum dalam masyarakat atau pada kelompok
masyarakat saja. Kesepakatan umum yang tidak tertulis ini biasa dikenal sebagai
etiket, sopan santun dan sejenisnya.
Pada dasarnya, semua kelompok masyarakat atau bentukan
masyarakat apa pun selalu memiliki perangkat aturan, baik aturan yang tertulis
maupun tidak tertulis. Perangkat aturan ini dibuat dengan tujuan agar dapat
menjamin keberlangsungan hubungan antar anggota masyarakatnya sehingga terjalin
dengan baik.
Hal yang sama pun terjadi dahal dunia bisnis. Di dunia
bisnis, ada juga seperangkat aturan yang mengatur relasi antar pelaku bisnis.
Perangkat aturan ini diperlukan agar relasi bisnis yang terjadlin bisa
berlangsung dengan baik dan “fair”.
Perangkat aturan yang dibuat ini mengatur secara internal
dalam dunia bisnis, mengenai bagaimana melakukan bisnis, dan berhubungan dengan
sesama para pelaku bisnis. Perangkat aturan bisnis ini bisa berupa undang
-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan lainnya, termasuk
perjanjian yang disepakati bersama antar para pelaku bisnis.
Dalam hubungan bisnis, seringkali diperlukan kesepakatan
tersendiri antar pihak -pihak tertentu yang melakukan kerjasama. Sebab, apa
yang disepakati masih belum tertulis secara jelas dalam perangkat aturan yang
sudah ada. Dalam hal seperti inilah, perjanjian atau perikatan menjadi hal
penting dalam hubungan bisnis.
Ketika para pihak sudah menyepakati perjanjian tertentu,
maka isi dari perjanjian tersebut menjadi aturan yang mengikat dan harus
dipatuhi oleh pihak -pihak yang menyepakatinya.
Sanksi Hukum dalam Perjanjian
Dengan terjadinya suatu perikatan, artinya para pihak yang
terlibat telah terikat oleh suatu hubungan yang berupa hubungan hukum. Akibatnya,
para pihak tersebut berkewajiban untuk melaksanakan prestasi (ketentuan) seperti
yang telah disepakati dalam perjanjian.
Apabila prestasi tersebut, seperti yang dimaksud dalam
perjanjian tidak dipatuhi, maka ia dapat dikatakan telah melakukan ingkar janji,
cidra janji, lalai, atau wanprestasi. Ketika hal ini terjadi, maka dapat
diberlakukan sanksi hukum terhadap pihak yang melanggar perjanjian tersebut.
1) Ingkar Janji (wan prestasi)
Ingkar janji juga disebut sebagai wan prestasi. Seseorang
dapat dikatakan ingkar janji (wanprestasi) apabila ia tidak melaksanakan kewajibannya
sesuai yang disepakati, namun bukan karena suatu keadaan memaksa.
Ingkar janji ada tiga bentuk. Bentuk ingkar janji, yaitu;
- Tidak memenuhi prestasi sama sekali
- Terlambat memenuhi prestasi
- Memenuhi prestasi, akan tetapi secara tidak baik
Sebagai akibat dari adanya wanprestasi atau ingkar janji,
maka pihak lain yang dirugikan dapat menuntut pihak yang melakukan wanprestasi
dalam bentuk tuntutan pemenuhan perikatan, seperti :
- pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
- ganti rugi
- pembatalan perjanjian timbal balik
- pembatalan dengan ganti rugi
2) Penetapan Lalai (somasi)
Penetapan lalai juga disebut sebagai somasi. Seseorang dapat
dinyatakan ingkar janji, sesuai peraturan undang -undang, yakni ketika
dilakukannya somasi atau penetapan lalai oleh pihak yang dirugikan.
Somasi adalah suatu bentuk teguran atau peringatan yang
diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain akan adanya indikasi suatu
pelanggaran hukum. Penatapan lalai pada dasarnya harus dilakukan secara
tertulis. Akan tetapi, saat ini sudah hal yang lazim jika somasi dilakukan
secara lisan, asalkan somasi atau teguran atau peringatan tersebut dinyatakan
secara tegas.
Penetapan lalai (somasi) ini merupakan syarat untuk menetapkan
terjadinya ingkar janji. Tapi, ada jalan bagi pihak yang disomasi untuk terbebas
dari sanksi. Yakni dengan membuktikan bahwa ketidakmampuannya dalam memenuhi
kewajibannya tersebut bukan karena hal yang disengaja atau lalai, melainkan
karena keadaan yang memaksa.
3) Risiko dalam Perikatan
Di dalam suatu perikatan, risiko adalah suatu hal yang selalu
menyertai. Risiko ini adalah kewajiban untuk memikul kerugian yang disebabkan
oleh suatu kejadian atau perisitiwa yang terjadi di luar kesalahan salah
seorang pihak.
Untuk dapat memecahkan masalah tersebut, maka harus
diperhatikan terlebih dahulu apakah perjanjian yang diadakan tersebut merupakan
perjanjian sepihak atau perjanjian timbal balik. Apabila merupakan perjanjian
sepihak, maka risiko harus dipikul oleh pihak yang akan menerima benda.
Akan tetapi bila perjanjian yang dibuat adalah perjanjian timbal
balik, maka risiko tetap dipikul oleh pihak yang memiliki barang.